Manggarai, Publikata.com –Di tengah gempuran keluhan petani soal kelangkaan dan mahalnya pupuk bersubsidi, satu lagi fakta mencuat, sebuah kios resmi penyalur pupuk di Kecamatan Satarmese Barat, Manggarai, akhirnya dicopot statusnya oleh PT Pupuk Indonesia.
Pencopotan ini bukan tanpa alasan. Kios tersebut terbukti menjual pupuk bersubsidi di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan pemerintah.
Menurut hasil pengecekan PT Pupuk Indonesia, kios yang bernama Pelita Mas diketahui menjual pupuk Urea dan NPK masing-masing seharga Rp125.000 per zak (50 kg). Padahal, HET yang berlaku sebelum adanya penyesuaian harga adalah Rp112.500 per zak untuk Urea dan Rp115.000 per zak untuk NPK.
Selisih harga tersebut menjadi dasar kuat bagi PT Pupuk Indonesia untuk menjatuhkan sanksi pemberhentian resmi (pencabutan PPTS) kepada kios bersangkutan.
Langkah tegas ini sejalan dengan arahan langsung Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, yang sebelumnya mengungkap adanya 2.039 kios di seluruh Indonesia yang melanggar aturan penyaluran pupuk bersubsidi.
“Kami tidak akan toleransi bagi kios yang menyalahi aturan dan membebani petani,” tegasnya dalam pernyataan resmi 13 Oktober 2025 lalu.
Menindaklanjuti arahan itu, Sidharta, Senior Manajer Penjualan Region 3B PT Pupuk Indonesia, bergerak cepat dengan mencopot status kios Pelita Mas.
“Penindakan ini bagian dari komitmen kami untuk memastikan penyaluran pupuk bersubsidi benar-benar tepat sasaran dan sesuai ketentuan,” ujarnya, Minggu (26/25).
Selain penindakan, PT Pupuk Indonesia Region 3B juga secara rutin melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap seluruh kios resmi atau PPTS (Penerima Pupuk Pada Titik Serah), termasuk sosialisasi aturan, hak dan kewajiban kios, serta bimbingan teknis terkait distribusi pupuk bersubsidi.
Tujuannya jelas, memastikan seluruh jaringan kios mematuhi Petunjuk Teknis (Juknis) yang diatur dalam Kepdirjen No. 20 dan No. 21 Tahun 2025.
Langkah ini diharapkan dapat menjadi peringatan bagi seluruh kios penyalur di Nusa Tenggara Timur, agar tidak memainkan harga pupuk bersubsidi dan merugikan petani kecil yang selama ini sudah kesulitan memenuhi kebutuhan tanam.
“Kami ingin memastikan tidak ada lagi permainan harga di tingkat pengecer. Pupuk bersubsidi adalah hak petani, bukan komoditas spekulatif,” tegas Sidharta.
Dengan pemberhentian ini, pemerintah dan PT Pupuk Indonesia menegaskan komitmennya menjaga keadilan distribusi pupuk di lapangan. Sebab, bagi petani kecil di lereng-lereng Manggarai, selisih puluhan ribu rupiah per zak bisa berarti selisih antara tanam dan gagal tanam.
Penulis : Alex
Editor : Jupir






