Kota Seribu Phinisi, Tapi Siapa yang Berlayar?

- Jurnalis

Rabu, 11 Juni 2025 - 07:16 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Publikata.com – Pagi hari di Labuan Bajo adalah simfoni yang datang dari laut. Suara jangkar diangkat, deru mesin kapal dinyalakan, dan tiupan peluit kapten yang mengisyaratkan keberangkatan. Di pelabuhan dan dermaga-dermaga kecil yang menjulur ke Teluk Bajo, ratusan kapal phinisi berjajar laksana pasukan laut yang siap berlayar membawa para pelancong menuju pulau-pulau eksotis Padar, Rinca, Komodo, Kelor, dan puluhan gugusan surga lainnya di Nusa Tenggara Timur.

Labuan Bajo, kini, lebih dari sekadar nama kampung. Ia telah menjelma menjadi simbol kejayaan pariwisata bahari Indonesia. Kota kecil ini dikenal dunia sebagai “Kota Seribu Kapal Phinisi,” tempat di mana kemewahan layar dua tiang bersanding dengan langit biru dan air sejernih kristal. Tapi di balik layar indah itu, ada pertanyaan besar yang terus menggema, apakah kapal-kapal itu membawa kesejahteraan atau justru menenggelamkan yang lemah?

Kapal Phinisi, Warisan dan Komoditas

Phinisi bukan sekadar alat transportasi laut. Ia adalah warisan budaya yang lahir dari tangan-tangan pelaut Bugis dan Makassar, kapal layar kayu yang dahulu membawa rempah-rempah, kini membawa wisatawan kelas atas. Di Labuan Bajo, kapal-kapal ini tampil megah berinterior kayu berkualitas, berlayar putih mengembang, lengkap dengan kamar ber-AC, restoran terapung, bahkan jacuzzi.

Dalam sehari, ratusan kapal berlayar dari Labuan Bajo ke pulau-pulau di Taman Nasional Komodo, menjanjikan pengalaman “live on board” yang eksklusif. Pariwisata bahari pun meledak. Harga sewa satu kapal bisa mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah untuk paket beberapa hari. Operator kapal tumbuh bak jamur setelah hujan. Ekonomi lokal tampaknya menggeliat.

Tapi apakah benar kota ini makmur karena ribuan kapal itu? Kota yang Sibuk Tapi Tak Semua Tumbuh

Di balik gemerlap pelabuhan dan cerita tentang wisata mewah, kehidupan warga lokal berjalan di jalur yang berbeda. Banyak kapal dimiliki oleh investor dari luar daerah. Warga lokal lebih banyak menjadi anak buah kapal (ABK), koki, atau pemandu, dengan bayaran yang tidak selalu adil. Hanya segelintir yang benar-benar memiliki kapal sendiri.

Kota menjadi sibuk, harga tanah dan sewa tempat melonjak, dan banyak warga tergusur dari kampungnya sendiri. Sementara itu, kampung nelayan yang dahulu menjadi fondasi Labuan Bajo mulai kehilangan tempat secara harfiah dan simbolis.

Laut yang Terbebani

Dengan begitu banyak kapal beroperasi, ekosistem laut pun mulai terancam. Terumbu karang rusak oleh jangkar yang tidak terkendali. Sampah dari kapal menumpuk di permukaan laut dan pantai. Air limbah kapal kerap dibuang sembarangan, mencemari teluk yang dahulu bening.

Taman Nasional Komodo yang mestinya menjadi kawasan konservasi laut, justru menjadi zona paling padat lalu lintas wisata. Ironi ini begitu terasa: kawasan konservasi yang dikepung oleh industri pariwisata massal.

Antara Romantisme dan Kenyataan

Kapal phinisi memang cantik. Ia melambangkan kebanggaan akan warisan bahari Indonesia. Tapi saat ribuan kapal itu datang tanpa tata kelola yang jelas, keindahan bisa menjadi ancaman. Kemewahan bisa menyingkirkan kesederhanaan. Dan romantisme laut bisa menutupi kenyataan bahwa tidak semua orang di Labuan Bajo ikut menikmati kekayaan yang mereka bantu ciptakan.

📢 Bagikan artikel ini:

💡 Tips: Pilih style "Minimal" untuk tampilan thumbnail terbaik di WhatsApp

🖼️ Share Dengan Thumbnail

📱 Share Simple 🔥 Share Unique ⭐ Share Premium
🎯 Pilih style yang sesuai kebutuhan Anda

Penulis : Alexandro Hatol

Editor : Jupir

Berita Terkait

Labuan Bajo Bukan Untukmu, Hanya untuk Investor dan Penguasa
Mengapa Kita Selalu Kalah? Sebuah Panggilan Bangun untuk Indonesia
Siapa Preman Sebenarnya? Ketika Pejuang Rakyat Labuan Bajo Diadili
Antara Pariwisata, Hak Masyarakat, dan Ekosistem Alam

Berita Terkait

Minggu, 24 Agustus 2025 - 22:43 WITA

Labuan Bajo Bukan Untukmu, Hanya untuk Investor dan Penguasa

Rabu, 11 Juni 2025 - 07:16 WITA

Kota Seribu Phinisi, Tapi Siapa yang Berlayar?

Minggu, 25 Mei 2025 - 02:01 WITA

Mengapa Kita Selalu Kalah? Sebuah Panggilan Bangun untuk Indonesia

Rabu, 14 Mei 2025 - 22:50 WITA

Siapa Preman Sebenarnya? Ketika Pejuang Rakyat Labuan Bajo Diadili

Rabu, 9 April 2025 - 09:30 WITA

Antara Pariwisata, Hak Masyarakat, dan Ekosistem Alam

Berita Terbaru

PS Naga Mas Mengikuti Turnamen Pacar Cup

Daerah

PS Naga Mas Kecewa Ikut Turnamen Pacar Cup

Kamis, 11 Sep 2025 - 02:10 WITA