Kontrak Dirombak Empat Kali, Proyek RSUD Komodo Berbau Masalah

- Jurnalis

Rabu, 9 Juli 2025 - 22:40 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi

Ilustrasi

Publikata.com, Labuan Bajo – Proyek pembangunan dan pemeliharaan gedung RSUD Komodo Tahun Anggaran 2024 memang telah dinyatakan selesai. Namun dibalik selesainya fisik pekerjaan, temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) membuka fakta yang memicu tanda tanya publik: adanya empat kali adendum kontrak, kekurangan volume pekerjaan, dan kelebihan pembayaran yang kini harus dikembalikan ke kas daerah oleh pihak penyedia.

Persoalannya tak sekadar teknis. Jika ditelusuri lebih dalam, pernyataan pejabat pelaksana proyek yang mengaku kurang mengetahui regulasi dasar soal adendum secara pasti yang mengikat dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Kontrak Diubah Empat Kali, Pekerjaan Dinyatakan Selesai, Tapi Volume Kurang

Proyek pemeliharaan gedung RSUD Komodo yang dikerjakan oleh CV. Harum Karya Jaya, dengan pagu anggaran Rp9,4 miliar lebih, mengalami empat kali adendum kontrak. Durasi pelaksanaan bertambah dari semula 120 hari menjadi lebih dari 250 hari.

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Yohanes Dirga, menyatakan bahwa semua adendum dilakukan berdasarkan justifikasi teknis di lapangan:

“Yang kita lakukan sudah sesuai prosedur. Jadi langkah sebelum adendum ada langkah justifikasi teknis, di situ menerangkan alasan-alasan. Kan dalam peraturan adendum kita boleh lakukan mau sampai berapa kali. Ada 4 kali adendum dan sudah sesuai aturan.” jelasnya, Selasa (8/7).

Namun ketika dimintai penjelasan terkait regulasi yang digunakan dan kajian teknis berkaitan dengan dasar pemberian adendum tersebut, Dirga menyatakan secara terbuka.

“Terkait Perpres dan peraturan Menteri Keuangan, PPK tidak tahu dan baru dengar aturan itu.”

Temuan BPK Kekurangan Volume dan Kelebihan Pembayaran

Audit BPK terhadap proyek ini mengungkap bahwa meski pekerjaan telah selesai, terdapat kekurangan volume, sehingga terjadi kelebihan pembayaran kepada penyedia.

Dirga menyebut bahwa temuan tersebut telah ditindaklanjuti.

“Pekerjaan itu telah selesai, makanya dilakukan pencairan. Lalu BPK lakukan audit dan mungkin menggunakan metode hitung atau pengukuran berbeda. Tapi temuan itu sudah diterima, dan penyedia juga sudah menyatakan akan membayar kembali kelebihan itu.” ungkapnya.

Konsultan Pengawas, Ada Penggantian Item, Tapi Nilai Uang Tetap

Pernyataan PPK diperkuat oleh keterangan dari pihak konsultan pengawas proyek, Hans, yang menyatakan bahwa sebagian volume pekerjaan memang berubah karena kondisi teknis di lapangan, khususnya terkait dengan hambatan pemindahan tiang listrik oleh PLN yang memakan waktu dan itu tertuang dalam adendum pertama berkaitan tambahan waktu 40 hari.

“Yang dilihat BPK itu volume akhir. Selain karena pembongkaran, ada pemindahan tiang listrik dan itu memerlukan waktu. Koordinasi dengan PLN tidak bisa satu-dua hari, sementara pekerjaan harus berjalan.” jelasnya.

Ia juga menjelaskan bahwa beberapa pekerjaan ditunda dan diganti.

“Item pekerjaan yang ditunda itu sudah diganti dengan item yang baru, sehingga nilai uangnya tidak berubah. Tidak ada penambahan biaya.” kata Hans.

Padahal, aturan soal adendum sangat ketat. Dalam proyek pemerintah, perubahan kontrak tak bisa dilakukan sembarangan.

Pasal 56 Perpres Nomor 16 Tahun 2018 menyatakan:

Adendum bisa diberikan jika penyedia belum menyelesaikan pekerjaan namun masih dinilai mampu,

Harus disertai sanksi denda keterlambatan dan jaminan perpanjangan,

Dapat melewati tahun anggaran, tapi tetap dalam kendali hukum.

PMK 194/PMK.05/2014 Pasal 4 menambahkan:

Pekerjaan yang diperpanjang hanya boleh dilakukan maksimal 50 hari kalender setelah masa kontrak.

Wajib disertai surat pernyataan kesanggupan tertulis dari penyedia.

Namun dalam kasus proyek RSUD Komodo, terjadi empat kali adendum, durasi molor hingga lebih dari 250 hari, dan tak ada penjelasan regulatif yang memadai soal kepatuhan terhadap batas waktu dan dokumen sah yang menyertainya, apalagi pekerjaan ini melampaui satu tahun anggaran. Bahkan PPK sendiri mengaku tidak tahu dasar hukum tersebut.

Selain proyek pemeliharaan, pembangunan gedung Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit (IPSRS) oleh CV. Adryufi Putra juga ditemukan bermasalah. Meskipun telah dibayar lunas pada 27 Desember 2024, BPK menemukan kekurangan volume pekerjaan sebesar Rp65 juta.

PPK proyek ini, Stanislaus Sumarno, mengakui hal tersebut dan menyebut akan dilakukan pengembalian dana.

“Itu kekurangan kecermatan kami di IPRS yang totalnya Rp65 juta. Kalau saya punya, dia janji itu hari akhir Agustus dibayar, sampai hari ini belum dibayar.” kata Stanislaus.

Pekerjaan fisik boleh saja selesai, tetapi catatan dari BPK dan pernyataan para pelaksana justru memperlihatkan lemahnya penguasaan aturan, ketidaktegasan dokumentasi, dan potensi celah penyimpangan prosedural.

Empat kali adendum, keterlambatan jauh melampaui toleransi waktu, volume pekerjaan yang tidak sesuai, dan kelebihan pembayaran adalah indikasi kuat bahwa proyek berjalan dengan pengawasan yang lemah dan justifikasi yang longgar.

Jika pelaksana tidak memahami alasan teknis regulatif yang tersedia berkaitan dengan adendum, maka proyek semacam ini rentan menjadi celah permainan anggaran yang berulang. BPK sudah bicara dengan data. Tinggal publik,  pengawasan politik, pendekatan hukum oleh APH yang harus mendesak pertanggungjawaban yang jelas.

📢 Bagikan artikel ini:

💡 Tips: Pilih style "Minimal" untuk tampilan thumbnail terbaik di WhatsApp

🖼️ Share Dengan Thumbnail

📱 Share Simple 🔥 Share Unique ⭐ Share Premium
🎯 Pilih style yang sesuai kebutuhan Anda

Penulis : Hatol

Editor : Jupir

Berita Terkait

SMKN 1 Labuan Bajo Dapat BOS Rp 2 Miliar, Siswa Masih Bayar Rp 1,5 Juta
PS Naga Mas Kecewa Ikut Turnamen Pacar Cup
Korupsi Rp1,8 Miliar, 3 Tersangka Proyek Jalan Ditahan Kejari Mabar
Demo FMPD di DPRD Mabar: Stop Privatisasi Pantai, Cabut Izin Hotel Mawatu
Ketua Fraksi Demokrat Manggarai Barat Apresiasi Pelaksanaan Aksi Damai Di Labuan Bajo
DPRD Mabar Pecah: Netral vs Tolak Rencana Pembangunan Hotel di Padar Utara
Ketua DPRD Mabar Ungkap Hak yang Belum Dipenuhi Pemda
Rp2,4 Miliar untuk 3 Mobil Dinas Baru DPRD Mabar, Kendaraan Lama Masih Ada

Berita Terkait

Kamis, 11 September 2025 - 21:05 WITA

SMKN 1 Labuan Bajo Dapat BOS Rp 2 Miliar, Siswa Masih Bayar Rp 1,5 Juta

Kamis, 11 September 2025 - 02:10 WITA

PS Naga Mas Kecewa Ikut Turnamen Pacar Cup

Rabu, 10 September 2025 - 22:42 WITA

Korupsi Rp1,8 Miliar, 3 Tersangka Proyek Jalan Ditahan Kejari Mabar

Rabu, 3 September 2025 - 20:58 WITA

Demo FMPD di DPRD Mabar: Stop Privatisasi Pantai, Cabut Izin Hotel Mawatu

Selasa, 2 September 2025 - 16:08 WITA

Ketua Fraksi Demokrat Manggarai Barat Apresiasi Pelaksanaan Aksi Damai Di Labuan Bajo

Berita Terbaru

PS Naga Mas Mengikuti Turnamen Pacar Cup

Daerah

PS Naga Mas Kecewa Ikut Turnamen Pacar Cup

Kamis, 11 Sep 2025 - 02:10 WITA