Publikata.com, Manggarai Barat – Satu lagi proyek fisik bernilai miliaran rupiah di Kabupaten Manggarai Barat kembali disorot. Kali ini datang dari lingkup Dinas Pariwisata, Ekonomi Kreatif, dan Kebudayaan (Disparekrafbud) yang mengelola pembangunan infrastruktur wisata bahari tahun anggaran 2024.
Proyek yang menyasar Kawasan Wisata Bahari Mberenang itu menghabiskan anggaran Rp6.159.695.000,00 yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) 2024. Meski telah dibayar lunas 100% melalui SP2D tertanggal 27 Desember 2024, audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) justru menemukan adanya kekurangan volume pekerjaan senilai Rp108.500.466,13.
Fakta Audit 34 Item Tak Sesuai Volume
Dalam pemeriksaan menyeluruh terhadap 394 item pekerjaan, BPK mencatat bahwa 34 di antaranya tidak dikerjakan sesuai volume dalam kontrak. Artinya, negara telah membayar penuh proyek yang secara fisik belum seluruhnya terpenuhi.
Pekerjaan ini juga telah mengalami dua kali adendum kontrak, sebuah praktik yang seharusnya menjadi alat untuk menyesuaikan perubahan di lapangan. Namun nyatanya, perubahan itu tidak mampu mencegah terjadinya kekurangan fisik. Dana tetap cair, volume tetap bolong.
Proyek tersebut dikontrakkan sejak 27 Juli 2024 dengan SPMK tertanggal 5 Juli 2024, dan dilaksanakan hingga tutup tahun. Tapi meskipun pekerjaan belum sepenuhnya sesuai kontrak, dana proyek sudah cair seluruhnya ke pihak penyedia.
Situasi ini memunculkan pertanyaan besar di mana posisi pengawasan dinas? Mengapa SP2D bisa terbit jika pekerjaan belum sesuai volume? Dan lebih jauh apakah ini sekadar kelalaian administratif atau ada pola sistemik permainan proyek?
Potensi Kerugian Negara dan Kelemahan Pengawasan
Meski nilainya “hanya” sekitar Rp108 juta, kerugian akibat kekurangan volume ini tetap merupakan bagian dari kebocoran anggaran negara. Ini menunjukkan adanya celah serius dalam sistem pengawasan internal, baik dari PPK, pengawas lapangan, hingga pejabat penandatangan SP2D.
Tak hanya itu, praktik adendum kontrak yang berulang dan pencairan dana penuh di tengah ketidaksesuaian pekerjaan patut dicurigai sebagai mekanisme legal untuk membungkus kelemahan realisasi proyek.
Fenomena proyek fisik bermasalah bukan hal baru di Manggarai Barat. Temuan seperti ini menambah panjang daftar dugaan praktik manipulatif dalam pengelolaan anggaran publik volume pekerjaan direkayasa, dokumen dilapisi legalitas adendum, dan pembayaran tetap mengalir.
Dengan ini, publik berhak waspada dan mendorong DPRD serta Bupati untuk mengevaluasi menyeluruh terhadap semua proyek infrastruktur yang dibiayai APBN maupun APBD.
Penulis : Alex
Editor : Jupir