Publikata, Manggarai – Melansir Floresa.co sebuah flash disk berisi rekaman percakapan diduga kuat membuka tabir praktik suap dalam penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan benih bawang merah di Kabupaten Manggarai.
Rekaman itu berisi dua file yang merekam percakapan telepon antara Herman Ngana pemilik CV Virin yang mengerjakan proyek bersama istrinya, pemilik CV Kurnia dan Gregorius L.A. Abdimun, eks Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan ASN pada Unit Layanan Pengadaan (ULP).
Gregorius, yang kini terseret kasus korupsi RSUD Ruteng dan telah pensiun dini, menghubungi Herman untuk menanyakan perkembangan proses hukum hingga terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Dalam percakapan yang terdengar akrab itu, terungkap pengakuan mencengangkan.
Herman mengaku “habis-habisan,” menyebut total setoran mencapai sekitar Rp200 juta untuk mengamankan SP3. Ketika Gregorius bertanya “200 juta untuk dapat SP3?”, Herman menjawab, “iya.” Dalam rekaman itu Herman juga menyebut bahwa jumlahnya sebenarnya lebih besar karena ada pihak lain yang ikut menyetor, termasuk eks Plt Kadis Pertanian Livinus Vitalis Livens Turuk dan Bupati Herybertus Gerardus Laju Nabit. Herman mengaku menyetor Rp100 juta, Nabit Rp100 juta, sementara Livens sekitar Rp35 juta. Ia juga menyinggung Ami Kristanto, PPK proyek, yang disebut “cekoe-cekoe” menyetor sedikit-sedikit.
Kejaksaan Negeri Manggarai menghentikan penyidikan kasus benih bawang yang menelan anggaran lebih dari Rp1,4 miliar dari APBD 2023. Jaksa sebelumnya mendalami dugaan cacat spesifikasi benih Super Philip, terutama soal dormansi yang menyebabkan gagal panen.
Kasi Intelijen Kejari saat itu, Zaenal Abidin, menjelaskan pengusutan dilakukan dengan memeriksa pejabat, penyuluh, hingga meminta pendapat ahli Kementerian Pertanian. Kasubsi Intelijen, Ronal Kefi, kepada Floresa.co mengatakan objek penyidikan ialah benih berlabel ungu yang dinilai tak sesuai spesifikasi.
Namun penyidikan dihentikan karena dianggap tidak ada penyimpangan. Penelusuran administratif dan keterangan ahli disebut menunjukkan proses pengadaan sesuai aturan yang diatur Permentan Nomor 131/2014.
Berbeda dengan penjelasan kejaksaan, rekaman perbincangan Herman menyebut adanya permintaan uang dari jaksa sebagai syarat penghentian kasus. Ia menyebut nama Kepala Kejari Manggarai saat itu, Fauzi yang bulan ini dimutasi ke Kejari Mojokerto sebagai salah satu penerima.
“Kami punya waktu itu langsung ke Kajarinya 100 juta,” kata Herman. Menurutnya uang itu dari Bupati Nabit dan diserahkan tunai melalui “anak buah.” Herman juga mengaku bersama Livens mendatangi kantor kejaksaan sore hari pada akhir pekan atas arahan jaksa.
Ia menyebut Kasi Pidsus, Leonardo Krisnanta Da Silva (Ardo), sebagai penghubung utama dalam lobi SP3, serta nama Willy Harum dan seorang jaksa lain yang disebut “orang Kupang,” diduga Ronal Kefi Nepa Bureni.
Herman berdalih bahwa tidak ada temuan tindak pidana dalam proyek tersebut, namun ia memilih membayar agar tidak dipusingkan pemeriksaan. Ia menyebut jaksa “cari-cari kesalahan,” hingga mengecek pengadaan ke Bima, Kupang, dan Jakarta.
“Ya sudah, prinsip kita mendingan tutup,” katanya dalam rekaman itu.
Gregorius memastikan bahwa rekaman itu asli dan berisi percakapannya dengan Herman. “Tiap omong dengan Om Man, saya rekam,” katanya.
Namun Herman ketika dihubungi Floresa, justru membantah seluruh isi rekaman. Ia menyebut rekaman itu “ata pande mole” (direkayasa) Gregorius. Ia mengklaim tidak mengenal secara pribadi figur-figur yang disebut dalam rekaman dan menyangkal adanya suap.
Ketika ditanya mengenai pernyataannya dalam rekaman tentang pertemuan di kantor kejaksaan malam hari, Herman menjawab bahwa dirinya hanya dipanggil untuk pemeriksaan.
Kasi Pidsus Ardo dan jaksa Willy Harum menolak berkomentar, hanya meminta agar pertanyaan dialihkan ke Kasi Intelijen Putu Cakra Ari Perwira selaku humas. Cakra, saat dikonfirmasi, membantah keras adanya suap di internal kejaksaan. Ia menyebut tudingan itu sebagai manuver dari pihak-pihak yang tengah diperiksa.
Floresa juga menghubungi Fauzi, Livens Turuk, Nabit, dan Ami Kristanto, namun mereka tidak merespons atau menolak diwawancarai.
Gregorius sendiri mengatakan motivasinya merekam percakapan bukan untuk menjatuhkan Herman, melainkan untuk membuka pola permainan aparat dalam penanganan kasus korupsi di Manggarai.
Penulis : Alex
Editor : Jupir
Sumber Berita: Floresa.co






