Publikata.com, Labuan Bajo–Penanganan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan fasilitas sarana dan prasarana (sarpras) Bumi Perkemahan Pramuka Mbuhung, Desa Tiwu Nampar, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), kembali menuai sorotan publik. Pasalnya, meski lima orang telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor Kupang, peran konsultan pengawas justru luput dari jeratan hukum.
Empat kontraktor pelaksana dan satu pejabat pembuat komitmen (PPK) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (PKO) Mabar dijatuhi hukuman penjara antara satu hingga 2,6 tahun pada sidang yang digelar 14 Maret 2025 lalu. Mereka dinyatakan terbukti bersalah menyebabkan kerugian negara senilai lebih dari Rp223 juta. Namun anehnya, konsultan pengawas tidak tersentuh hukum, padahal mereka memiliki peran sentral dalam memastikan kualitas pekerjaan sesuai kontrak.
Fakta di persidangan mengungkapkan bahwa barang-barang dari keempat rekanan tidak sesuai spesifikasi dan menyimpang dari ketentuan kontraktual. Ini menunjukkan adanya kegagalan fungsi pengawasan, atau bahkan indikasi pembiaran oleh konsultan pengawas yang seharusnya bertanggung jawab terhadap mutu pekerjaan. Namun, pembayaran proyek tetap dilakukan penuh tanpa penolakan dari pihak pengawas.
Pengabaian ini menimbulkan dugaan kuat bahwa pengawasan hanya formalitas, atau lebih jauh: adanya permainan mata antara pengawas, pelaksana, dan pejabat proyek. Padahal dalam sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah, konsultan pengawas bukan hanya sekadar penyedia jasa, tetapi juga penjamin profesionalitas dan integritas pelaksanaan pekerjaan.
Jika pekerjaan terbukti menyimpang dan merugikan negara, maka tanggung jawab tidak bisa semata-mata dibebankan kepada kontraktor dan PPK. Konsultan pengawas seharusnya dapat dijerat dengan Pasal 55 KUHP tentang penyertaan, atau pasal kelalaian yang menyebabkan kerugian keuangan negara sebagaimana diatur dalam UU Tindak Pidana Korupsi.
Nama dua perusahaan konsultan yang terlibat, yakni CV Sains Group dan CV Masterplant Consultant, mencuat sebagai pihak yang seharusnya turut bertanggung jawab. Bahkan beredar sinyalemen bahwa pihak konsultan menyuap Kejari Mabar agar tak dijadikan tersangka dalam perkara ini.
Tak hanya itu, BJ yang dalam perkara ini berstatus sebagai saksi juga diduga menyuap pihak Kejaksaan sebesar Rp70 juta agar keterlibatannya dihentikan dan tidak dilanjutkan ke tahap penyidikan. Dugaan praktik suap ini memperkuat kecurigaan adanya tebang pilih dalam penanganan perkara oleh Kejari Manggarai Barat.
Sebelumnya, pada 27 Juni 2024, Kejari Manggarai Barat menetapkan lima orang tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah AA, PPK dari Dinas PKO Mabar; FJ, Direktur CV Golo Kulu; PD, Direktur CV Wae Dali Indah; YT, Direktur CV Multi Talenta; dan ILN, peminjam bendera CV Golo Kulu dan CV Multi Talenta.
Kasi Intelijen Kejari Mabar, N.A.A. Pradewa Artha, dalam keterangannya menyebutkan bahwa modus operandi para pelaku adalah dengan mengurangi kuantitas dan kualitas pekerjaan pembangunan sarpras di Bumi Perkemahan Mbuhung. Dari hasil perhitungan ahli, kerugian negara mencapai Rp223.231.000 dari total anggaran proyek sebesar Rp732.166.000 yang bersumber dari APBD tahun 2021.
Para tersangka dikenakan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.
Kejari Mabar mengklaim telah memeriksa 17 orang saksi dan menyatakan akan melanjutkan penyelidikan untuk menggali bukti baru dan kemungkinan tersangka lain. Namun pernyataan ini diragukan publik apabila peran penting seperti konsultan pengawas justru dibiarkan bebas tanpa penyelidikan serius.
Kasus ini menjadi ujian integritas bagi Kejari Manggarai Barat. Jika tidak segera membongkar keterlibatan aktor lain termasuk konsultan dan pihak yang diduga menyuap, maka komitmen pemberantasan korupsi hanya akan jadi slogan kosong.
Penulis : Alex
Editor : Jupir