Labuan Bajo, Publikata.com – Fraksi Partai Gerindra DPRD Manggarai Barat melontarkan kritik keras terhadap laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2024 yang disampaikan Pemkab Manggarai Barat dalam Sidang Paripurna ke-8, Senin (16/6/2025).
Kanisius Jehabut, Anggota DPRD Manggarai Barat (Mabar), Fraksi Gerindra menegaskan bahwa opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diraih Pemda dari BPK RI tidak boleh dijadikan dalih menutupi sejumlah pelanggaran serius dalam pengelolaan anggaran daerah.
“APBD bukan sekadar laporan teknis. Ia adalah kontrak politik antara pemerintah dan rakyat. Maka, pelaksanaan dan pertanggungjawabannya harus menjawab kebutuhan publik, bukan sekadar memenuhi indikator administratif,” tegas Kanisius.
Rp37 Milliar Salah Anggaran, Sistem Pengawasan Dipertanyakan
Fraksi Gerindra menyoroti temuan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK yang mencatat sejumlah penyimpangan, antara lain:
Kesalahan penganggaran pada 18 SKPD senilai Rp37 miliar lebih
Pembayaran gaji dan tunjangan yang tidak sesuai regulasi
Insentif pajak dan perjalanan dinas di luar ketentuan
Menurut Gerindra, temuan tersebut mencerminkan lemahnya perencanaan, pengawasan internal, dan tata kelola keuangan daerah. WTP, kata mereka, hanyalah standar minimum kepatuhan, bukan indikator keberhasilan pembangunan.
PAD Rendah, Ketergantungan ke Pusat Tinggi
Fraksi Gerindra juga menyoroti tingginya ketergantungan fiskal Pemda terhadap dana pusat. Dari total pendapatan daerah, lebih dari 79% berasal dari transfer pemerintah pusat, sementara Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya sekitar 19%.
Ironisnya, sebagian besar PAD disumbangkan oleh sektor pariwisata, bukan dari sektor strategis seperti pertanian, perikanan, dan UMKM yang menjadi penopang utama kehidupan mayoritas warga.
“Kemandirian fiskal tak bisa dibangun di atas pariwisata semata. Perlu ada peta jalan yang jelas untuk memperkuat basis ekonomi rakyat dan sistem perpajakan yang adil, transparan, dan digital,” tegasnya.
Belanja Tak Pro Rakyat, Pembangunan Tertumpuk di Labuan Bajo
Struktur belanja daerah juga dikritik karena masih didominasi oleh belanja rutin birokrasi, bukan untuk pembangunan infrastruktur dasar, layanan publik, dan pemberdayaan ekonomi desa serta wilayah kepulauan.
Gerindra menilai belanja modal cenderung terkonsentrasi di Labuan Bajo, sementara wilayah tertinggal dan masyarakat desa terus luput dari perhatian.
Selain itu, sisa lebih perhitungan anggaran (SILPA) sebesar Rp33 miliar juga menjadi sorotan. “Anggaran yang tidak terserap berarti ada hak rakyat yang belum tersalurkan. Ini kegagalan eksekusi yang berulang tiap tahun,” kata Gerindra.
BUMD Mandek, Pelayanan Publik Tersendat
Kinerja dua Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yakni Perumda Wae Mbeliling dan Perumda Bidadari, juga disorot tajam. Gerindra menilai kedua BUMD tersebut belum menunjukkan kinerja maksimal dalam mendukung pelayanan publik dan pemberdayaan ekonomi lokal.
“Air bersih belum menjangkau seluruh kecamatan, dan Perumda Bidadari tidak tampil aktif dalam menyerap produk lokal dan memperkuat rantai pasok ekonomi rakyat,” tegas Kanisius.
Fraksi Gerindra menutup pernyataan akhirnya dengan mendesak pemerintah daerah untuk melakukan koreksi arah kebijakan anggaran, menyusun skala prioritas pembangunan yang berbasis kebutuhan rakyat, serta mereformasi tata kelola anggaran agar lebih transparan dan tepat sasaran.
“Tanpa perubahan struktural, keberpihakan terhadap rakyat hanya akan menjadi slogan kosong. Pemerintah harus memilih: berpihak kepada rakyat atau kehilangan kepercayaan,” tandas Gerindra.
Penulis : Alex
Editor : Jupir