Publikata.com, Labuan Bajo – Suara perlawanan masyarakat kembali menggema di depan Kantor DPRD Manggarai Barat, Selasa (2/9/2025). Forum Masyarakat Peduli Demokrasi (FMPD) menggelar aksi damai menuntut pemerintah bersama DPRD segera mencabut izin usaha hotel, restoran, dan vila, termasuk Hotel Mawatu, yang dituding telah merusak hutan mangrove, menimbun pasir laut, serta menutup akses publik di kawasan pesisir.
Orator aksi, Oktavianus Dalang, dengan suara lantang penuh amarah sekaligus getir, menyebut penguasaan 3 hektare hutan mangrove oleh investor sebagai bentuk kejahatan luar biasa.
“Mangrove adalah paru-paru dunia. Dan hari ini paru-paru itu sedang dihancurkan hanya demi hotel mewah,” serunya disambut gemuruh massa.
Ia menegaskan, Mawatu beroperasi tanpa izin pemanfaatan ruang laut, menggunakan pasir laut secara ilegal, dan melakukan penimbunan pada kawasan hutan mangrove.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administrasi, ini kejahatan yang merampas hak hidup generasi akan datang,” tambahnya.
Lebih jauh, Oktavianus menyinggung hotel-hotel lain di Labuan Bajo yang berdiri di sempadan pantai, menutup akses publik, dan mengubah wajah kampung nelayan menjadi tembok beton.
“Pantai yang dulu tempat anak-anak bermain, tempat nelayan mencari nafkah, kini diprivatisasi, dan dijual mahal. Rakyat kecil diusir dari tanah airnya sendiri,” ujarnya.
FMPD menegaskan, jika pemerintah tak berani mencabut izin-izin nakal itu, mereka akan menggelar demo besar-besaran di lokasi proyek Mawatu.
“Kami tidak akan diam sampai keadilan untuk laut, pantai, dan hutan mangrove ditegakkan,” tandas Oktavianus.
Sementara itu, Ketua DPRD Manggarai Barat, Benediktus Nurdin, memilih merespons dengan kata-kata manis. Ia menyebut aksi tersebut sebagai
“indah dan damai”, lalu berjanji akan mengoordinasikan aspirasi masyarakat ke provinsi dan pusat. Namun bagi massa, janji itu hanya klise yang sering diucapkan tapi jarang diwujudkan.
Labuan Bajo yang digadang-gadang sebagai destinasi super premium kini berada di persimpangan, di satu sisi penuh hotel mewah yang rakus lahan, di sisi lain masyarakat lokal yang makin kehilangan ruang hidupnya. Mangrove ditebang, pantai diprivatisasi, pasir laut ditimbun. Dan di balik gemerlap wisata, tersimpan luka yang kian dalam bagi masyarakat pesisir.
Penulis : Jupir
Editor : Paul






