Publikata.com – Ucapan tidak etis yang diduga dilontarkan oleh Wakil Ketua DPRD Sumba Barat Daya (SBD) dari Partai Perindo, Yusuf Bora, menjadi sorotan tajam publik dan komunitas pers. Dalam percakapan via telepon, Yusuf Bora menyampaikan pernyataan yang dianggap menghina profesi wartawan: “Kalian wartawan kalau tidak ada berita maka tidak ada uang.”
Ucapan tersebut ditujukan kepada Freddy Ladi, jurnalis senior TVRI sekaligus Ketua Perkumpulan Wartawan Sumba Barat Daya (Pewarta SBD), ketika ia menjalankan tugas jurnalistik untuk meminta klarifikasi sikap Fraksi Perindo terkait seleksi PPPK dan kemungkinan pembentukan panitia khusus (Pansus) di DPRD SBD.
Alih-alih memberikan informasi, Yusuf Bora justru menanggapi dengan sinisme dan melarang wartawan menulis berita soal posisinya. Tindakan ini bukan saja memperlihatkan sikap arogansi kekuasaan, tetapi juga mencerminkan ketidakpahaman terhadap peran pers dalam sistem demokrasi.
“Saya sangat terhina. Kami bekerja bukan sekadar mengejar uang, kami menjalankan fungsi kontrol sosial. Ucapan itu mencederai martabat profesi kami,” ungkap Freddy Ladi, Senin (9/6).
Sebagai pejabat publik dan pimpinan DPRD, Yusuf Bora semestinya menjadi contoh dalam menjaga etika komunikasi politik, menghormati kerja jurnalistik, dan menjunjung tinggi prinsip keterbukaan informasi. Namun, yang terjadi justru sebaliknya: pernyataan merendahkan, pelarangan pemberitaan, dan sikap antikritik.
Freddy menilai ucapan Yusuf Bora sebagai bentuk pelecehan terhadap jurnalis yang bertugas dan sebagai indikasi membahayakan kebebasan pers.
“Ini bukan sekadar masalah pribadi, ini soal prinsip demokrasi. Ketika pejabat publik mulai melarang wartawan menulis dan menghina profesinya, maka yang diserang bukan hanya wartawan, tapi hak publik untuk tahu,” tegas Freddy.
Pelanggaran Etika dan Potensi Pelanggaran UU Pers
Tindakan Yusuf Bora tidak bisa dilepaskan dari posisinya sebagai Wakil Ketua DPRD SBD, yang seharusnya memahami dan menghormati kerja jurnalistik sebagai bagian dari kontrol sosial. Ucapannya mencerminkan mentalitas feodal dalam politik lokal, yang anti terhadap kritik dan kerap merasa diri di atas hukum.
UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dengan tegas mengatur:
Pasal 4 ayat (3): “Pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.”
Pasal 6 huruf c: “Pers nasional melaksanakan peranannya untuk melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.”
Penulis : Alex
Editor : Jupir